Jumat, 06 Juni 2014

Prospek industri baja indonesia

Tiga Perusahaan Tiongkok Minat Investasi Baja US$ 5,7 Miliar

JAKARTA - Minat investasi baja di Indonesia makin tinggi dalam lima bulan pertama 2014 seiring prospek positif pertumbuhan permintaan domestik. Tiga investor asing berencana membangun pabrik baja terintegrasi di Indonesia dengan perkiraan nilai investasi US$ 5,7 miliar.

Ketiga investor asing yang didominasi perusahaan Tiongkok itu adalah Wuhan Iron and Steel Co Ltd (Wisco), Nanjing Nanggang Iron & Steel United Co Ltd, dan PT Resteel Industry Indonesia-hasil joint venture antara PT Trinusa dan Shanxi Haixin and Steel Group (Tiongkok). Minat investasi ketiganya dipicu tingginya impor baja Indonesia karena kemampuan produksi nasional tidak mampu mengimbangi permintaan.

Harijanto, Dirjen Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian, mengatakan investasi besi baja merupakan salah satu investasi di bidang logam dasar yang terus tumbuh dalam beberapa tahun terakhir. Hingga akhir 2013, investasi baru baja diperkirakan mencapai US$ 4,6 miliar dengan kontribusi antara lain berasal dari ekspansi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) yang membentuk perusahaan joint venture Krakatau Posco dan PT Indoferro.

Peningkatan investasi industri ini sejalan dengan tingkat konsumsi baja domestik yang masih tergolong rendah dibandingkan konsumsi negara lain dan kebutuhan baja dalam negeri yang terus meningkat ke depan. Sejalan dengan proyek masterplan percepatan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia (MP3EI), konsumsi baja pada 2025 diperkirakan bisa mencapai 100 ton per kapita dengan total kebutuhan baja 26,2 juta ton per tahun. "Pemerintah yakin industri baja tahun ini tumbuh 13% atau relatif lebih tinggi dibanding pertumbuhan tahun lalu sebesar 10%," ujar dia.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, kapasitas baja domestik di Indonesia telah naik menjadi sekitar 10 juta ton tahun ini. Namun, produksi riil hingga akhir tahun lalu hanya berkisar 5 juta - 6 juta to per tahun. Sementara permintaan baja domestik hingga akhir tahun lalu telah mencapai 10 juta ton. Permintaan domestik yang tidak mampu dipenuhi masih bergantung pada impor. Dengan kondisi seperti itu, dia menilai wajar jika minat investasi di sektor ini makin tinggi.

Wuhan Iron and Steel Co Ltd (Wisco), perusahaan baja asal Tiongkok yang sahamnya tercatat di bursa Shanghai, berencana membangun pabrik baja terintegrasi dengan kapasitas 5 juta ton senilai US$ 5 miliar di Indonesia. Untuk merealisasikan rencana tersebut, perseroan akan menggandeng Sinar Mas Group sebagai partner lokal. "Wuhan Group saat ini sedang mencari lokasi," kata MS Hidayat, Menteri Perindustrian.

Untuk pembangunan pabrik baja dan kawasan industri tersebut, perseroan membutuhkan lahan industri sekitar 1.500 hektare. "Mereka sudah melakukan feasibility study," kata Hidayat.

Sementara Nanjing Nanggang Iron & Steel berencana membangun pabrik dengan menggandeng mitra lokal, PT Gunung Gahapi Sakti produsen baja nasional. Keduanya akan membangun pabrik pengolahan baja patungan (joint venture) senilai US$ 200 juta di Medan, Sumatera Utara.

Pabrik pengolahan baja berbasis blast furnance itu nantinya menghasilkan besi beton dan wire rod dengan kapasitas satu juta ton secara bertahap. Pabrik pertama yang akan beroperasi di 2015 berkapasitas 500 ribu ton besi beton dan wire rod berkualitas tinggi untuk industri otomotif. Sisanya 500 ribu ton akan dihasilkan dari pembangunan pabrik tahap kedua di 2017.

Resteel Industry Indonesia, perusahaan joint venture antara PT Trinusa dan Shanxi Haixin and Steel Group, juga berencana berinvestasi sebesar US$ 500 juta secara bertahap hingga tiga tahun ke depan. Pembangunan pabrik besi baja yang akan memproduksi jenis produk super low carbon nickel titanium dan special steel tersebut rencananya dilakukan di Batam dan Tojo Una Una, Sulawesi Tengah. "Kami harapkan proses ground breaking bisa terealisasi pada Mei 2014," kata Achmad F Fadhillah, Komisaris PT Resteel Industry Indonesia di Jakarta.

Perbaikan Laba

Peningkatan investasi juga dipicu mulai membaiknya profitabilitas produsen baja di Indonesia. Dari enam emiten baja yang dianalisis Departemen Riset IFT, rata-rata laba bersih naik cukup signifikan pada 2013 secara tahunan. Lima emiten baja membukukan rata-rata kenaikan laba bersih sebesar 70,9%, sementara hanya satu emiten yang mencatatkan kenaikan rugi bersih.

Kenaikan laba bersih tertinggi dicatat oleh PT Gunawan Dianjaya Steel Tbk (GDST) sebesar 97% menjadi Rp 91,8 miliar dari sebelumnya Rp 46,5 miliar. Laba bersih PT Steel Pipe Industry Of Indonesia Tbk (ISSP) juga naik tinggi sebesar 83% menjadi Rp 203,6 miliar dari sebelumnya Rp 111,2 miliar. Laba bersih PT Jayapari Steel Tbk (JPRS) juga naik cukup signifikan sebesar 56,5% menjadi Rp 15 miliar dari sebelumnya Rp 9,6 miliar.

PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS), emiten baja dengan aset terbesar, mengalami penurunan rugi bersih sebesar 13,7% dari rugi bersih Rp 197,6 miliar menjadi Rp 170,5 miliar. Sedangkan PT Pelat Timah Nusantara Tbk (NIKL) berhasil mencatat pertumbuhan laba bersih positif sebesar Rp 3,4 miliar dari sebelumnya rugi bersih sebesar Rp 62,8 miliar.

Satu-satunya emiten baja yang mengalami penurunan kinerja laba bersih adalah PT Saranacentral Bajataman Tbk (BAJA), yang mengalami rugi bersih di 2013 yaitu sebesar Rp 77,12 miliar dari sebelumnya mencatat laba bersih sebesar Rp 18,9 miliar. Perubahan laba bersih menjadi rugi bersih pada Saranacentral Bajatama disebabkan oleh penurunan dari sisi laba kotor sebesar 62,2% dari Rp 70,6 miliar menjadi Rp 26,6 miliar. Penurunan ini disebabkan karena menurunnya pendapatan sebesar 1,8% dari Rp 1,07 triliun menjadi Rp 1,05 triliun dan biaya beban pokok penjualan naik sebesar 2,5% dari Rp 1 triliun menjadi Rp 1,03 triliun. 

Pendapatan Saranacentral Bajatama berkurang salah satu penyebabnya adalah tidak adanya penjualan ke luar negeri (ekspor) di tahun 2013 lalu, sebelumnya penjualan ekspor sebesar Rp 3 miliar di 2012. Selain itu laba usaha juga menurun sangat signifikan dari positif Rp 23,9 miliar menjadi negatif Rp 102,9 miliar. Penyebab paling signifikan adalah pos kerugian kurs mata uang asing bersih yang meningkat sangat signifikan yaitu sebesar 273,6% dari Rp 29,8 miliar menjadi Rp 111,27 miliar.(*)



R Programming: Tutorial Program Aplikasi Software Statistik

Tutorial Membuat Website Sendiri Gratis Template Website Iklan Rumah

Tutorial Matlab: Modul Belajar Contoh Aplikasi Program

Menjadi Instruktur iTutor

Cara Membuat Website Sendiri Gratis Template

Cara Membuat Website Sendiri (Website Iklan Baris)

Cara Membuat Website Gratis Template

Cara Membuat Web Komunitas Seperti Facebook

Cara Membuat Facebook dan Twitter Menggunakan Template

Cara Membuat Blog, Toko Online, Iklan Google, Promosi Produk Afiliasi

Cara Membuat Aplikasi Android: Contoh Aplikasi Android Game dan Memonetasinya

Belajar Visual Basic: Video Tutorial Aplikasi Program

Belajar Microsoft Excel: 100% Video Tutorial Lengkap

Belajar Javascript: 100% Video Tutorial ---

cek kursus kami

Manajemen Data Menggunakan Stata

Analisa Data Susenas Menggunakan Stata

data panel menggunakan stata

regresi logistik dengan spss

kursus snse dan spa

cara menggunakan oxmetrics

analisa input output

kursus ahp analythical hierarchy process

analisa regresi spss

arima garch var ecm menggunakan stata

logit tobit probit panel logit stata menggunakan stata

ifls tutorial menggunakan stata

dynamic panel data menggunakan stata

data envelopment analysis (dea)

belajar cara menggunakan eviews

belajar cara menggunakan spss

kursus cara menggunakan stata ======

Tidak ada komentar:

Posting Komentar