Misteri Pangan Olahan
Dalam sebuah berita di The Wall Street Journal pekan ini disebutkan, sebelumnya Unilever juga telah menjual sebuah perusahaan saus untuk salad Wish-Bone senilai 580 juta dollar AS dan perusahaan selai kacang Skippy senilai 700 juta dollar AS. Perusahaan ini menyebutkan porsi pendapatan dari divisi pangan turun dari 35 persen pada tahun 2008 menjadi 27 persen pada tahun ini.
Keputusan Unilever ini sangat menarik di tengah isu makin menguatnya pangan organik segar. Di AS akses terhadap produk pangan organik makin mudah karena sudah memasuki pasar tradisional. Penurunan penjualan beberapa pangan olahan dikabarkan juga terjadi di Eropa.
Fenomena ini sebenarnya sudah muncul sejak tahun 2005 ketika ditemukan sejumlah kasus kontaminasi dalam produk-produk pangan. Apalagi, beberapa tahun kemudian ditemukan skandal melamin yang digunakan untuk mengelabui kandungan protein dalam susu di Tiongkok. Di Eropa dan AS tumbuh keengganan terhadap produk pangan olahan yang dicurigai mengandung pestisida. Akibatnya, orang makin mencari produk organik.
Akan tetapi, membaca data penurunan konsumsi produk pangan olahan perlu hati-hati karena pada tahun 2012 kalangan peneliti dan produsen pangan olahan di AS juga bingung dengan penurunan penjualan 14 dari 20 kategori pangan olahan seperti roti, sereal, sayuran, dan buah-buahan olahan di negeri itu. Pelemahan ekonomi dan harga yang mahal juga sempat dituduh sebagai penyebab penurunan penjualan yang mencapai 3 persen dari nilai 31 miliar dollar AS per tahun.
Apalagi, dalam kasus Unilever, mereka memang berniat merapikan portofolio bisnis mereka. Unilever akan lebih berfokus pada produk konsumer personal. Dalam kategori ini pendapatan Unilever naik dari 27 persen pada 2008 menjadi 36 persen pada tahun ini. Dana-dana segar ini diperkirakan akan digunakan oleh Unilever untuk mengembangkan industri produk konsumer di negara-negara yang ekonominya tengah berkembang.
Tampaknya kecenderungan penurunan penjualan produk pangan olahan dalam waktu belakangan ini karena beberapa penyebab. Pelemahan ekonomi di berbagai negara menurunkan daya beli masyarakat. Akan tetapi kecemasan masyarakat terhadap produk olahan tak bisa dikesampingkan.
Sebagai contoh pelemahan ekonomi di Tiongkok pada tahun lalu juga menurunkan penjualan makanan cepat saji hingga 10 persen. Pada saat yang bersamaan kepercayaan konsumen terhadap makanan cepat saji di negara itu juga turun akibat minimnya jaminan keamanan pangan yang rendah.
Tren produk organik segar dan kecencerungan mengolah makanan di rumah ikut menyumbang penurunan itu. Dinamika di dalam dapur rumah tangga sangat berkontribusi. Ambil contoh ketika Anda makan di restoran, Anda akan membuang sisa makanan. Namun, apabila Anda memasak sendiri di rumah, sisa makanan masih bisa disimpan. Dengan cara itu, maka bisa dilakukan penghematan.(ANDREAS MARYOTO)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar